Jumat, 26 Desember 2008

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN I

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN I

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Seperti yang telah saya janjikan pada seri yang lalu, dalam forum ini Syahadatain akan dibahas dalam beberapa seri, mulai seri sekarang. Judul yang diberikan adalah "Konsekuensi-konsekuensi Syahadatain", artinya konsekuensi yang harus dipikul oleh orang yang mengucapkan dan mengimani dua kalimah syahadat ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah).

Dalam kalimah "Hamdalah", dinyatakan bahwa Allah sebagai Rabbul-'aalamiin - Allah sebagai Pencipta, Pengelola, dan Penguasa alam semesta. Allah menciptakan dan mengelola alam semesta disertai dengan aturan-aturan ("Sunnatullah"). "Sunnatullah" ini berlaku untuk seluruh isi
alam semesta, dan mereka menyerahkan diri atau tunduk patuh ("Aslama", submit kepada aturan Allah terrsebut (QS 3:83)). Bumi tunduk dengan gaya gravitasinya, matahari tunduk dengan pancaran sinarnya, laut tunduk dengan deru ombaknya, api tunduk dengan panasnya, es tunduk dengan dinginnya,dsb. Seluruh isi alam semesta telah "berislam" dan "bertasbih" kepada Allah-Akbar yang berkuasa atas segalanya (QS 57:1-2 ; 61:1 ; 62:1).

Secara original manusia telah "berislam". Proses kejadian manusia di perut ibu menunjukkan proses "keislaman" (submit) ovum, spermatozoa, plasenta, rahim, dan sejenisnya kepada Allah Ta'ala (QS 22:5). Embrio dalam rahim itupun telah mengaku sebagai saksi bahwa Allah sebagai Tuhannya (QS 7:172). Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa bayi yang lahir itu dalam keadaan fitrah (suci), yaitu membawa ketauhidan/keislaman, lalu orang tuanya yang dapat mengubah "pembawaan" itu. Al-Islam memang agama yang original, yang menjadi "blue print/trade mark" seluruh isi alam semesta termasuk manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mau tahu (QS 30:30 ; 3:19,85).

Para Nabi dan Rasul menjadi contoh (model) bagi manusia, bagaimana "berislam" kepada Allah SWT. Mereka, sejak Nabi Adam AS sampai Nabi terakhir Muhammad SAW, menyebarkan misi yang sama yaitu kalimah tauhid "Laa ilaaha illallaah" (tiada tuhan selain Allah) (QS 2:130-140). Kalimah ini menjadi indikasi formal seorang Muslim, namun tidak sekedar diucapkan. Kalimah tauhid mengandung konsekuensi-konsekuensi, karena kalimah yang agung itu bermakna : tiada pencipta (Khaaliq), penjaga (haafidh), pengatur (mudabbir), pelindung (walii), raja (maalik), pemberi rizqi (raazaq), tujuan hidup (ghaayah), yang dicintai (mahbuub), dan tiada sesembahan (ma'buud) kecuali Allah semata.

Kalimah tauhid menjadikan seorang Muslim hidup merdeka, damai, dan tenang, tanpa kekhawatiran. Dia terbebaskan dari segala penjajahan, perbudakan dari sesama mahluk; dia hanya dikuasai oleh Allah SWT dan hidupnya digantungkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Sesuai dengan statusnya sebagai Muslim yang berarti orang yang tunduk-patuh kepada Allah sehingga selamat dan menyelamatkan, damai dan mendamaikan. Seorang Muslim harus menjadi rahmat bagi alam semesta, mengikuti jejak Rasulullaah SAW. "Wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil'aalamiin" - dan tidaklah Aku utus kamu Muhammad keculai sebagai rahmat bagi alam semesta. Hal ini sesuai juga dengan janji seorang Muslim saat mengakhiri shalat : "Assalaamu'alaikum" (selamat untuk kamu) "Warahmatullaahi" (demikian juga rahmat Allah) "Wabarakaatuh" (demikian juga berkah-NYA) untuk kamu sekalian yang ada di sebelah kanan maupun kiri saya; sambil tengok kanan dan kiri. Maka setelah shalat, janji itu harus dipenuhi. Ingat !! janji itu 5 kali sehari-semalam minimal. Seorang Muslim melaksanakan "Sunnatullah", sebagaimana "Sunnatullah" telah memberi keharmonisan pada kehidupan alam semesta.

Muhammadar-rasuulullaah (Muhammad utusan Allah) merupakan kesaksian kedua yang juga mengandung konsekuensi-konsekuensi bagi seorang Muslim.
Muhammad SAW adalah Rasul terakhir yang membawa Risalah – bagaimana "berislam" kepada Allah SWT. Beliau sebagai model kehidupan manusia yang terbaik (uswatun hasanah). Oleh karena itu, seorang Muslim harus mengikuti jejak kehidupan "khatamul-anbiyaa" itu, bukan model kehidupan lainnya. Hal ini menuntut untuk mempelajari lebih dalam Siraah Rasul dan hadist-hadist yang menggambarkan kehidupan Rasulullah SAW.

Dua kalimah syahadat tersebut adalah pilar pertama dan utama dalam "Diinul-Islam". Semua manusia percaya bahwa alam ini ada penciptanya yaitu Allah 'Azza wa Jalla, namun mereka belum tentu memakai way of life dari-NYA.
Banyak orang percaya bahwa Muhammad SAW itu Nabi/Rasul, tetapi mereka belum tentu mencontoh model kehidupan Beliau. Kita memang perlu introspeksi diri untuk bisa lebih membaca, memahami, menghayati, mengamalkan, dan mendakwahkan SYAHADATAIN. Subhaanallaah Waallaahu a'lam


KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN II

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Pada bagian pertama seri syahadat ini telah disebutkan bahwa kalimah Tauhid "Laa Ilaaha Illalaah" mengandung konsekuensi makna tiada pencipta (Khaaliq), penjaga (Haafidh), pengatur (Mudabbir), pelindung (Wali), raja (Maalik), penentu hukum (Haakim), pemberi rizqi (Raazaq), tujuan hidup (Ghaayah), yang dicintai (Mahbuub), dan tiada sesembahan (Ma'buud) kecuali Allah semata.

Allah : Khaaliq

Dampak dari secara phisik manusia telah 'berislam' kepada Allah, karena telah mengadakan 'kontrak perjanjian tauhid' (QS 7:172 ; 30:30), adalah bahwa kebanyakan manusia akan menjawab 'Allah', 'God', atau 'Tuhan' jika ditanya "Siapakh pencipta langit dan bumi"? (QS 10:31). Jadi, kebanyakan, bahkan seluruh manusia mengakui bahwa jagat raya ini ada penciptanya dan bahwa di luar kekuatan mahluk terdapat kekuatan supranatural yang maha hebat. Fenomena alam semesta (pergantian malam-siang, sinar matahari, ombak lautan, dsb dsb.) ditemui manusia sebagai kekuatan yang amat jauh di luar kekuatan mahluk. Menurut al-Quran, gejala alam tersebut sebagai tanda-tanda keberadaan and kebesaran Allah (QS 2:164 ; 3:190-191 ; 30:20-27 ; dsb.)

Sebagian manusia berpikir bahwa kejadian alam semesta merupakan proses hokum positif materi (August Comte dkk); yang lain berpendapat bahwa itu karena ada proses evolusi (Charles Darwin Cs); dan juga ada yang berpandangan bahwa hal tersebut disebabkan perubahan waktu dalam dialektika sejarah (Karl Marx dsb). Mereka mencoba berpikir, tetapi mereka sebenarnya hanya menduga-duga saja (baca ! QS 45:22-26). Dugaan mereka bisa benar, bisa salah. Yang jelas benar adalah bahwa proses kejadian alam semesta maupun proses-proses yang ada di alam semesta itu sendiri merupakan ciptaan Allah Ta'ala, mungkin melalui hukum positif materi, evolusi, dialektika sejarah, atau beratus beribu bahkan berjuta kemungkinan yang lain... Allah knows the best Wallaahu a'lam....
(QS 22:5 ; 10:3--6 ; 16:65-72 ; 24:41-45 ; 25:45-54 ; dsb)

Allah : Haafidh

Allah sebagai "a Guard of universe". Dialah satu-satunya Penjaga alam semesta beserta isinya, baik mulai yang lalu, sekarang, maupun sampai nanti di hari akhir -- forever. Allah SWT menciptakan suatu mekanisme untuk menjaga alam dan isinya agar senantiasa harmonis, misalnya mekanisme makrokosmos. Bumi, bulan, matahari, dan berjuta bahkan bermilyard 'matahari' yang lain (bintang-bintang) mempunyai garis edar, kecepatan edar, dan berat masing-masing. Dengan demikian 'benda-benda besar' itu bergerak mengikuti konfigurasi tertentu sehingga tidak saling bertubrukan (QS 10:5 ; 36:38-40 ;dsb). Allah juga menjaga pertumbuhan embrio dalam rahim ibu (QS 22:5 dsb).
Contoh lain adalah penjagaan Allah terhadap kemurnian al-Quran, sehingga banyak orang yang bisa mendalami dan menghafalkan kitab suci tersebut. "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran"? (QS 54:17,22,32,40) "Dan sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran dan Kamilah yang menjaganya"
(QS 15:9).

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN III

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Allah : Mudabbir

Tiada pengatur di alam semesta ini kecuali Allah SWT semata, maknanya Allah sebagai pembuat tunggal aturan-aturan kehidupan, baik dalam kehidupan natural, sosial, maupun kultural. Dalam kehidupan natural (alam), misalnya, Allah sebagai Mudabbir (Pengatur) dinamika jagat raya yang, sebagaimana
Muslim dan non-Muslim ketahui, begitu harmonisnya tanpa cacat. Bermilyard-milyad bintang bergerak tanpa bersentuhan satu dengan lainnya. Begitu luas-luas dan luasnya dimensi ruang alam sehingga sinar suatu bintang yang terangnya berpuluh bahkan beratus kali sinar matahari hanya berkelap-kelip. Gerakan rotasi maupun revolusi matahari dan bumi yang begitu rapi tetap menghasilkan 24 jam sehari. Sinar panas mentari yang diterima laut sehingga uapnya dibawa angin ke atas lalu berwujud awan berubah menjadi air hujan dingin yang jatuh ke bawah sehingga menumbuhkan tanaman lalu manusia bisa makan nasi, roti, buah-buahan, dsb. dan minum teh, kopi, coklat, dsb. Masih terlalu banyak fenomena-fenomena alam lainnya. Allaahu Akbar Walillaahil-hamd !

"Dia (Allah) mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu" (QS as-Sajdh 32:5).

Gejala alam semesta tersebut di atas begitu harmonis tanpa problem, karena memang tidak ada sekutu bagi Allah dalam mengatur kehidupan natural.
Sebaliknya, kehidupan sosial dan kultural manusia saat ini telah rusak, sakit, dan penuh dengan problems. Holy Quran menyebutkan bahwa kerusakan didarat dan laut karena ulah tangan manusia (QS ar-Ruum 30:41) Lihatlah:
pembunuhan, perang, korupsi, perampokan, prostitusi, penipuan, monopoli, perjudian, permabukan, dsb-dsb. Mengapa demikian ?! Tangan-tangan kotor manusia telah merusak dunia, yaitu dengan mengangkat "tuhan-tuhan yang baru" (sesama manusia, nafsu, otak, harta, isme, boss, teknologi, jabatan, uang, dsb-dsb) sebagai pengatur kehidupan sosial dan kulturalnya. Aturan hidup dari Tuhan yang sebenarnya (Allah), yaitu Diinul-Islam, dicampakkan begitu saja, diabaikan, atau disesuaikan dengan "tuhan-tuhan baru"-nya.

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya ? ..."(QS al-Jatsiyah 45:23) "Katakanlah: mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi madharat kepadamu dan tidak pula memberi manfaat ? ..."(QS al-Maidah 5:76) "Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa..."(QS al-Anbiyaa 21:22).

Allah : Wali

Allah sebagai pelindung. Dalam satu ayat yang realitas kebenarannya telah dibuktikan manusia, disebutkan :

"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui" (QS al-Ankabuut 29:41).

Mereka memproklamirkan "tuhan-tuhan yang baru" sebagai pelindung kehidupan yang kekuatan sebenarnya seperti sarang laba-laba - lemah dan suatu saat akan hancur. Realitas sejarah telah berbicara; "tuhan komunisme" telah tumbang, sesudah dijadikan pelindung puluhan (mungkin) ratusan juta orang selama kurang lebih setengah abad; "tuhan jabatan" tidak akan melindungi lagi setelah pensiun; "tuhan teknologi" (senjata, televisi, video, dsb) tidak jarang menimbulkan kerusakan-kerusakan. Semua "tuhan-tuhan baru" ciptaan manusia akan binasa dan hancur, setelah Tuhan yang sebenarnya (Allah Rabbul-'izzati) memerintahkan malaikat Isrofil untuk meniup terompet sangkakala, pertanda kehidupan dunia mulai berganti dengan Hari Akhir.

Bagi orang-orang yang beriman, pelindung kehidupannya adalah Pelindung Perkasa - Allah Azza wa Jalla. Rasulullaah SAW dan sesama orang yang beriman juga menjadi pelindungnya, untuk tetap mempertuhankan Allah semata.

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa" (QS Yunus 10:62-63) "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah (QS al-Maidah 5:55). "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin-pemimpinmu jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan ..."(QS at-Taubah 9:23)

KONSEKUENSI-KONSEKEUNSI SYAHADATAIN IV


KONSEKUENSI-KONSEKEUNSI SYAHADATAIN V

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Allah : Raazaq

Rejeki sering dikonotasikan dengan uang. Konotasi ini tidak salah tetapi sangat sempit. Rejeki dapat juga dikonotasikan dengan 'nikmat', yaitu segala sesuatu yang enak yang dicari dan dibutuhkan manusia seperti uang, harta benda, ilmu, kesempatan, kesehatan, kemampuan, jabatan, dan sebagainya.
Rejeki (nikmat) yang paling berharga, dari seluruh rejeki di dunia ini, adalah petunjuk (Huda) dari Allah untuk hidup dalam Iman dan Islam.

Allah sebagai Raazaq artinya Allah sebagai pemberi rejeki kepada seluruh mahluk di alam semesta. Pada hakekatnya semua rejeki yag dinikmati mausia berasal dari Allah. Allah sajalah yang menjadikan otot-otot manusia berfungsi sehingga dapat bergerak untuk mecari uang atau harta benda. Allah sajalah yang menjadika otak manusia bekerja sehingga dapat berpikir untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Allah sajalah yang menciptakan alam semesta beserta isinya sehingga manusia dapat makan nasi, minum air, bernafas udara, bermandi sinar matahari, meikmati pemandangan alam yang indah, dsb-dsb.

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?" ("Fabiayyi aalaaai rabbikumaa tukadzdzibaan"), demikian sindiran Allah yang diulang sampai 31 kali dalam surat ar-Rahmaan. "Jika kamu menghitung nikmat Allah maka kamu tidak akan mampu" ("Wain ta'udduu ni'matallaahi laa tuhsuuhaa"), demikian firman Allah dalam ayat lain.

Kewajiban manusia adalah bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan, yaitu dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Dengan kata lain, sebagai 'abdullah' manusia mengabdi (memperhambakan diri) hanya kepada Allah dan sebagai 'khalifatullah' manusia mengelola dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya menurut aturan-aturan Sang Pencipta (Allah SWT).

"Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'" (QS Ibrahim 14:7). "Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu dari segala keperluan yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah" (QS Ibrahim 14:34). "Katakanlah, 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rejeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rejeki yang sebaik-baiknya" (QS Saba' 34:39).

Allah : Ghaayah

Sadar atau tidak, dipahami atau tidak, beriman atau tidak, semua manusia sedang berjalan terus, dari detik-menit-jam-hari-bulan-tahun ke seterusnya, menuju ke keharibaan Allah yang Agung. Dengan kata lain, seluruh manusia akan pasti mati dan kemudian mempertanggung-jawabkan seluruh perbuatannya ketika di dunia. Semua manusia meyakini realitas kematian tetapi tidak semuanya beriman kepada hari akhir. "Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu. Maka pasti kamu akan menemui-Nya" (QS al-Insyiqaaq 84:6).

Allah sebagai Ghaayah artinya Allah sebagai tujuan hidup. Alinea tersebut di atas adalah salah satu makna Ghaayah. Makna yang lain adalah bahwa semua aktifitas kehidupan manusia hendaklah diorientasikan kepada Allah, menuju Mardhatillaah. Alam semesta beserta isinya telah diciptakan dan diberikan kepada manusia dengan gratis; Allah hanya menganjurkan manusia, tidak memaksanya (baca QS 2:256 ; 18:29), untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah.
Semuanya milik Allah dan semuanya akan kembali kepada Allah ("Innaalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun"). Dan kepada Allah-lah dikembalikan semua urusan ("Wailallaahi turja'ul umuur").

Konsekuensi dari pengertian ini adalah bahwa semua aktifitas kehidupan manusia dilakukan dengan niat utama ibadah kepada Allah, yang tentunya menurut aturan Allah. Makan, minum, tidur, belajar, bekerja, berolahraga, shalat, puasa, dsb-dsb., harus ditujukan pada titik akhir, yaitu ridha Allah. Jika manusia memenuhi kewajibannya untuk beribadah kepada Allah, maka Allah pasti akan memberikan hak kepada manusia untuk memperoleh kenikmatan di dunia dan akhirat. Bahkan kepada orang yang ingkar (kafir) pun, Allah memberikan nikmat (tetapi di dunia saja).

Seseorang yang belajar harus diniatkan untuk mengabdi kepada Allah sebagai niat utama. Niat untuk mencari ilmu dan agar kelak mendapatkan pekerjaan tidaklah niat yang salah, tetapi niatan itu harus di bawah niat utama. Sebagai orang yang beriman, segala sesuatunya harus dapat dikembalikan kepada Allah; Jaringan relasi antara mukmin dan Allah tidak harus putus, tetapi senantiasa harus dijalin terus-menerus dalam segala aspek kehidupan, sebagai bukti dari keimanannya itu.

"Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia dan bertaqwalah kepada-Nya, dan sekali-kali Tuhanmu tidak lali dari apa yang kamu kerjakan" (QS Huud 11:123)






KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN VI

Assalaamu'alaikum Wr. Wb

Allah : Mahbuub

'Cinta' adalah suatu kata yang sering mengamarkan hal-hal ang romantis, indah, dan menyenangkan. Rasa cinta dimiliki oleh seluruh mahluk hidup, manusia maupun hewan. Hal ini merupakan 'sunnatullah'. Manusia memiliki rasa cinta kepada sesamanya, harta benda, uang, status, jabatan, dan hal-hal lain yang menyenangkan. Manusia cinta kepada anak maupun istri (suami)-nya. Hewan pun cinta kepada anak-anaknya.

"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binaang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (QS al-'Imran 3:14)

Raja di raja cinta bagi orang yang beriman, maksudnya cinta yang paling utama, adalah cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan perjuangan di jalan-Nya.
Walaupun demikian, mayoritas manusia yang hidup di dunia saat ini 'tidak beriman'; Mereka mengabaikan cinta yang utama tersebut. Cinta kepada harta, uang, jabatan, anak maupun istri (suami) - yang berlebihan – mengalahkan cinta yang utama tersebut. Materialisme dan kapitalisme telah membelengu manusia yang ingin mengabdikan diri kepada 'Tuhan yang sebenarnya' (Allah Rabbul-'aalamiin). Dua paham (isme) tersebut telah menjadi ideologi, menjadi
'tuhan-tuhan yang baru'. Dunia telah menjadi obyek cinta yang berebih-lebihan. Padahal, Allah Mahbuub - yang berhak diutamakan dalam cinta.

"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-oang fasik" (QS at-Taubah 9:24)

Seseorang yang mencintai sesuatu senantiasa berusaha untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan apa yang dicinanya. Cinta kepad Allah dan Rasul-Nya harus dijalin dengan terus-menerus, seperti diwujudkan dengan shalata, membaca al-Quran, mengkaji hadits-hadits, beramal sholeh, dsb. Ketaatan kepada Alah dan Rasul-Nya adalah bukti cinta orang-orang yang beriman. Cinta dunia harus dapat diorientasikan kepada cinta Allah dan Rsul-Nya, agar kecintaan kepada dunia dapat dikendalikan dengan sebaik-baiknya, tidak berlebihan-lebihan. Dengan kata lain, cinta dunia untuk mencari 'mardhatillah'

Allah : Ma'buud

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rejeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui" (QS al-Baqarah 2:21-22)

Ayat di atas ditujukan kepada mahluk yang disebut manusia, manusia siapa saja. Manusia diperintahkan untuk menyembah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah, karena hanya Dia-lah yang pantas menjadi sesembahan (Ma'buud). Allah-lah Sang Pencipta (Khaaliq), Penjaga (Haafidh), Pengatur (Mudabbir), Pelindung (Wali), Raja (Malik), Penentu hukum (Haakim), Pemberi rejeki (Raazaq), sebagai tujuan hidup (Ghaayah), dan yang pantas diutamakan dalam cinta (Mahbuub).

Allah sebagai sesembahan adalah konsekuensi tertinggi dari syahadat-tauhid ('Laailaaha illallaah'). Seseorang yang telah bersyahadat-tauhid berarti dia telah memproklamirkan dan berjanji untuk mengabdikan dirinya kepada Allah semata, artinya tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun. Dia telah menyatakan dirinya Muslim (orang yang tunduk-patuh kepada Allah sehingga selamat di dunia dan akhirat). Konsekuensinya, hidupnya untuk taat kepada Allah dan matinya diridloi Allah.

"Katakanlah, 'Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam'. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah (Muslim)" (QS al-An'aam 6:162-163)

Patut disayangkan, bahwa kebanyakan manusia saat ini mendewakan (mengabdikan diri) kepada Jesus (orang Nsrani), Uzair(orang Yahudi), selain Allah. Mereka mempertuhankan sesama manusia, harta benda, kekuatan alam, maupun nafsu pribadinya. Isa al-Masih yang manusia biasa tu dijadikan sebagai tuhan.
Materialisme telah menjadi ideologi yang mengeser aspek ketuhanan. Kekuatan alam, bukan Sang Penciptanya, dianggap sebagai pengatur kehidupan. Nafsu pribadi telah menggusur aturan-aturan Allah untuk memenuhi kebutuhan duniawi.

Pengabdian diri kepada Allah telah diatur dengan hukum-hukum tertentu. Allah telah mengangkat Muhammad SAW sebagai Rasul (utusan), sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah), agar manusia mengerti cara beribadah kepada Allah, baik secara khusus (e.g. shalat, puasa, zakat, dsb) maupun umum (segala sesuatu yang diniatkan karena Allah dan dilakukan menurut aturan-Nya).


KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN VI tamat

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Pernyataan "Laa ilaaha illa-Allah" merupakan penerimaan dan janji untuk mengabdikan diri kepada Allah semata. Kemudian Allah sendiri yang menentukan bahwa Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Firman Allah:

"Sesungguhnya agama (yang diridloi) di sisi Allah hanyalah Islam........" (QS al-'Imran 3:19). "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" (QS 3:85).

Oleh karena itu, orang yang memahami 'syahadat-tauhid' ini berarti memahami bahwa pengabdian kepada Allah adalah dengan mengikuti seluruh petunjuk Allah yang terkandung dalam agama Islam.

Pernyataan "Muhammadar-Rasuulullaah" merupakan dasar penerimaan dan cara penghambaan kita kepada Allah dari Muhammad SAW. Allah SWT telah menetapkan bahwa Rasulullah SAW adalah teladan dalam mengabdi kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Allah berfirman :

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (QS al-Ahzab 33:21).
Maka orang yang memahami 'syahadat-Rasul' ini berarti memahami bahwa mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW adalah cara yang harus ditempuh untuk mengabdi kepada Allah.



Sikap yang segera tampak dari seorang yang memahami syahadatain adalah munculnya kegairahan untuk mempelajari dan memahami al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber aturan mengabdi kepada Allah, lalu mengikuti petunjuk keduanya. Sebaliknya, orang yang tidak memahami essesi syahadatain menjadikan al-Quran sebagai syair-syair yang hanya enak dilagukan, tetapi petunjuknya diabaikan. Kalau untuk mempelajari al-Quran saja malas, apalagi mempelajari hadits-hadits. Tidak sedikit di kalangan ummat ini yang merasa cukup memuliakan Rasul-Nya dengan hanya memperingati hari kelahirannya dan memuja-mujinya, semetara ajara Rasul tidak dipedulikan.

Akhirnya, Allah SWT mengingatkan :

"Maka ketahuilah (pelajarilah - fa'lam) bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah ("Laa ilaaha illa-Allah") dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu" (QS Muhammad 47:19)

Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan konsekuensi-konsekuensi syahadatain, aamiin ya Rabbal-'aalamiin.

Insya Allah, pada seri berikutnya akan kita bicarakan tentang "Simbolisme dan Fungsionalisme Shalat".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar