Jumat, 26 Desember 2008

UKHUWAH

Artikel Islami

UKHUWAH



BERUKHUWAH MEMANG INDAH.. TAPI TAK SEKEDAR UKHUWAH INDAH.
Berukhuwah Islamiyah (Bersaudara dalam Islam) memang indah dan menjadi ungkapan yang mahal hari ini, tapi tak sekedar ukhuwah indah.. hingga terlupa hak-hak saudara, terlupa akan tergelincirnya hati yang lelah, banyak amanah dan melunturkan .azzam. (keinginan) untuk berdakwah. Dakwah yang tertegak atas cinta, yang terhubung oleh cinta dakwah, yang bersemi dengan persaudaraan karena Allah SWT, dan terikat kuat bila disatukan oleh aqidah yang direkatkan atas nama cinta pada Allah SWT. Dan atas nama cinta.. kupersembahkan untaian kata ini kepada saudara-saudariku tercinta, yang bergerak atas dasar cinta pada Allah SWT dan keikhlasan dalam meraih RidhoNya...UHIBBUKI FILLAH. (Aku Mencintaimu karena Allah).
KRISIS UKHUWAH PADA UMAT ISLAM
Bersaudara, untaian kata yang indah bila diucapkan, kunci kejayaan kaum Muslimin di masa silam, warisan kemuliaan, salah satu keutamaan Islam, yang mampu mengejawantahkan aqidah dalam segala dimensinya, dan melebur ke segala kelas sosial. Fenomena yang terasa akhir-akhir ini menjadi kaburnya nilai antara Islam dan Umat Islam semakin membuat jarak antara manusia dengan Allah SWT. Umat Islam terjebak kepada fanatisme simbol dan golongan. Membelanya lebih dari sekedar membela Islam. Lalu kapan Islam terasa manis karena ukhuwah yang harmonis ? Krisis yang telah lama mencekam masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim ini berdampak besar pada penurunan krisis kepercayaan, krisis moral dan paling parah krisis ukhuwah yang makin memudar warnanya tak tersentuh oleh hangatnya ukhuwah.
Di sekitar kita, dalam kondisi yang berbeda kita dapati pula saudara muslim yang tenggelam dalam .kenikmatan. hidup. Mereka keluar mengumbar kehinaan, dengan sadar, murah, dan tanpa rasa berdosa yang bergayut dibenaknya. Mereka gadaikan .izzah.(kemuliaan), status penghambaan, dan menjadi terlena oleh nafsu dunia yang fana. Semata karena ketidakpahaman, ketidak mengertian yang menggeser kedudukan ukhuwah Islamiyah didalamnya, hingga ukhuwah yang manis pun terasa pudar di telan jaman. Mereka dapati definisi ukhuwah yang terasa kaku maknanya, yang ndak .gaul. katanya, yang .ndak nyambung. tuturnya, yang .kuno. tampilannya. Dan fakta yang menjawab semua kegelisahan diri dihiruk pikuknya dunia, kini saat kita teriakkan ukhuwah atas nama cinta padaNya.
Ironis. Di satu sisi ummat terjerumus ke dasar lembah kehinaan, dengan segala kebutaan akan petunjuk Illahi, tanpa sadar kaki melangkah menuju kebinasaan dan makar durjana yang siap menanti dihadapan. Umat membutuhkan manusia-manusia penyadar. Manusia yang mampu membangunkan umat, membukakan matanya dan menyucikan jiwanya. Manusia yang memiliki imunitas akan badai besar jahiliyyah. Manusia yang bertekad mengusung warisan para Anbiya, Ulama, Mujaddid, Shidiqin, dan Syuhada. Manusia yang menyelamatkan umat dari jurang kebodohan dan kenistaan.
Namun, disisi lain, hari ini kita dapati manusia-manusia penyadar yang dipilih Allah SWT untuk berdakwah di jalanNya itu larut dengan ego dan fanatisme golongan masing-masing. Terperosok dalam perdebatan yang makin memecah belah dengan teramat parah. Seakan lupa bahwa kebenaran hanyalah milik Allah, bahwa Wala. (loyalitas) dan Ghayah (tujuan) hanya untuk Allah dan RasulNya, bahwa segala pendapat, uslub dan fikrah merupakan ijtihad yang bisa benar dan bisa salah, bahwa setiap Muslim adalah bersaudara dengan segala hak-hak yang telah diamanatkan Allah dan RasulNya, bahwa perpecahan hanyalah akan melemahkan langkah dan mencerai-beraikan barisan Umat Islam. Allah telah berfirman dalam surat Al Hujuuraat (49) : 13 , "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan danmenjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Persaudaraan menjadi kian bermakna di masa silam, yang mampu melebur kesegala kelas sosial, menyusun ragam suku, bahasa, budaya, negara, politik, hingga pemikiran dan rasa menjadi warna-warni mozaik indah beridentitas : Islam. Namun, makna persaudaraan itu makin memudar dalam perjalanan penegakan dakwah hari ini. Para mujahid-mujahidah dakwah terpetakan dalam batas-batas nisbi dan sulit melebur. Masing-masing menganggap diri paling benar dan lainnya paling salah. Terkadang merancang kerjasama dalam amal, satu sama lain saling tuding dengan berbagai kepentingan, bahkan ada yang bersumpah untuk merobohkan lawannya dengan berbagai cara. Masya Allah !! Lalu, dengan jumlah mujahid.mujahidah pengemban risalah yang masih sedikit itu, mampukah kita bertahan menjaga agama Allah ?? Bila diri terus larut dalam perpecahan, bila ego dan fanatisme menambah keretakan tak berpangkal dan berujung ? Maka, wahai para pengemban risalah, penegak agama Allah : BERSAUDARALAH !!
HAKIKAT BERSAUDARA DALAM ISLAM
Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan dalam Islam) adalah salah satu karunia, cahaya, dan nikmat Ilahiyah yang dituangkan oleh Allah ke dalam hati hambanya yang ikhlas, para wali pilihan, dan orang-orang yang bertaqwa kepadaNya, serta menyatu dengan Iman dan Taqwa. Karena tidak ada ukhuwah tanpa Iman, dan tiada Iman tanpa Ukhuwah. Maka tidak diragukan lagi jika ukhuwah ini kosong dari Iman, akan mengakibatkan ikatannya menjadi ikatan yang didasari oleh adanya kepentingan dan manfaat pribadi, kelompok / golongan, yang mengakibatkan dapat menghancurkan ukhuwah itu sendiri cepat ataupun lambat. Jika anda menjumpai orang yang mengaku dirinya berIman dan berTaqwa, tetapi dia tidak memiliki sifat ukhuwah dan persahabatan murni, berarti imannya masih setengah-setengah dan taqwanya palsu. Rasulullah dalam sabdanya menjelaskan, bahwa : "Tidak beriman seorang dari kamu, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari . Muslim).
KEUTAMAAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Ukhuwah islamiyah selalu menghadirkan pesona yang luar biasa dan merupakan kebutuhan fitrah dan asasi yang senantiasa menuntut untuk dipenuhi. Dan sejak dahulu, kini, hingga akhir jaman, senantiasa dirindukan perwujudannya dalam kehidupan Umat Islam.
Adapun keutamaan Ukhuwah yang lebih utama adalah nikmat Allah SWT yang besar. Memutuskan ukhuwah sama saja dengan mengkufuri nikmat tersebut. Allah SWT berfirman dalam Surat Ali .Imran (3) ayat 103, yaitu : "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah keseluruhannya, dan janganlah kamu berpecah belah. Ingatlah kamu akan nikmat Allah yang dilimpahkanNya kepadamu ketika kamu dalam keadaan saling bermusuhan, lalu Allah menyatukan antara hati-hati kamu. Maka jadilah kamu dengan nikmatNya bersaudara."
Sehingga jika diri sudah memahami ayat-ayat Allah mengenai keutamaan berUkhuwah, maka wajah diri akan semakin bersinar, dosa-dosa mereka diampuni, pada hari kiamat mereka berada dibawah naungan Arsy-Nya, berada dalam naungan cinta pada Allah, berada di dalam Surga Allah dan keridhoanNya, dan merasakan .manis.nya Iman dalam hati..Subhanallah.
SYARAT-SYARAT UKHUWAH ISLAMIYAH
1. Ikhlash karena Allah semata,
2. Harus disertai Iman dan Taqwa (Qs. Al Hujuuraat (49) : 10, Qs. Az Zukhruf : 67),
3. Harus berjanji untuk berhukum dengan hukum Allah SWT dan mengembalikan segala persoalan kepada petunjuk Nabi Muhammad SAW.
4. Tegak berasas Nasihat karena Allah,
5. Setia dalam waktu senang dan waktu susah.
Apabila persyaratan diatas terpenuhi, maka ukhuwah akan tangguh dan tegar, tidak akan terpengaruh oleh badai dan topan yang menerpanya. Dia akan menjadi kokoh seperti gunung, bersinar seperti matahari dan akan selalu tegar seperti pagi yang cerah.
INDAHNYA MERETAS UKHUWAH HARMONIS BUAT DAKWAH SEMAKIN .MANIS.
Islam selalu menghendaki ukhuwah yang bersih lahir dan batin. Hingga persaudaraan hangat yang muncul pun bukanlah lips service semata, namun memang terpatri kuat di dalam dada. Untuk memujudkannya, Rasulullah SAW. memberikan kiat-kiatnya :
1. Beritahukan kecintaan anda kepada yang anda cintai atas nama Allah : Dari Anas ra., ketika seseorang berada disisi Rasulullah SAW, lalu seorang sahabat berjalan melewatinya. Orang yang berada disisi Rasulullah tersebut mengatakan, "Ya Rasulullah, aku mencintai dia." Rasul bersabda : "Apakah kamu sudah beritahukan padanya ?." Orang itu menjawab, "Belum" Lalu Rasulullah SAW bersabda, .Beritahukan kepadanya !.. Orang itu pun memberitahukan kepada sahabatnya dan berkata, "Sesungguhnya akuu mencintaimu karena Allah." Kemudian sahabatnya menjawab, "Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya" (HR. Abu Dawud).
2. Mohon dido'akan dari jauh bila berpisah,
3. Saling tolog menolong dalam kebaikan, tiada prasangka dalam bersaudara,
4. Tunjukkan kegembiraan dan " senyuman " bila berjumpa saudara,
5. Berjabat tangan dan saling bermaafan ketika bertemu maupun akan berpisah,
6. Sering bersilaturahmi, memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya,
7. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya, Yaitu : mengucapkan dan menjawab salam, membela mu.min yang digunjing / didzolimi, menutupi aib saudaranya, memperhatikan nasihat yang disampaikan, memenuhi undangannya, mendo.akan jika bersin, dan berinteraksi dalam rangka dakwah dijalanNya.
Itulah warisan yang tampak jelas bernilai bahwa hak-hak ukhuwah tersebut mencakup setiap muslim yang meyakini Allah sebagai Rabbnya, Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya, Al Qur.an sebagai imamnya, dan Islam sebagai Diennya. Sesuatu yang hari ini semakin menipis melapisi aktivitas kita. Kapankah kiranya kita akan tergerak membenahinya ? Semua bergantung pada nilai diri dan keyakinan akan janji Allah dan Rasulnya. Maka saling tolong menolonglah kita secara lahir dan batin, sungguh Allah SWT sangat mencintai hambaNya yang suka tolong menolong. Semoga ukhuwah ini makin harmonis yang buat laju dakwah semakin bertambah .manis. dan tak akan mengering hingga ke ujung hati tiap Muslim . Muslimin pengemban risalah dakwah.. Amin.

Wallahu a.lam bish showwab. (Dari berbagai sumber..)
"Ya Allah..sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan kecintaan hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepadaMu, bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)Mu, dan berjanji setia untuk membela syari.atMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya ya Allah..abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahayaMu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepadaMu, hidupkanlah dengan ma.rifahMu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalanMu. Amin

Sunnatullah, Sebuah Pelajaran

Sunnatullah, Sebuah Pelajaran

Allah telah membuat ketetapan (sunnah) yang selalu berlaku bagi makhluk-Nya, yang tidak akan berubah dan berganti. Kapan dan di mana pun manusia hidup, maka akan mendapati ketetapan Allah itu sebagai sesuatu yang berlaku. Ketetapan-ketetapan tersebut adalah:



1. Segala Sesuatu Tidak Akan Tetap dalam Satu Keadaan.

Merupakan sunnatullah, bahwasa-nya Dia selalu mengubah keadaan hamba-hamba-Nya. Dia membolak-ba-likkan mereka dari suatu kondisi ke kon-disi yang lain. Hari-hari dan kehidupan secara terus menerus Dia putar dan per-gilirkan, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); Dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang- orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada” (QS. Ali Imran: 140)

Terkadang manusia mengalami kesempitan dan kadang pula mendapat-kan keluasan, suatu saat ia kaya, namun setelah itu miskin. Hari ini mulia dan besoknya hina, kemarin pejabat dan kini menjadi rakyat.

Oleh karena itu, maka tidak sela-yaknya seseorang merasa berputus asa dari rahmat Allah, ketika mendapatkan kesempitan hidup. Karena ketika kondisi sempit, maka urusan akan menjadi lapang, ketika tali melilit de-ngan kuat, maka ia telah mendekati pu-tus, ketika malam telah larut dan gulita, maka artinya fajar telah makin dekat.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 5-6)

Merupakan hikmah dari Allah, bahwasanya Dia menciptakan sesuatu secara berpasangan, yaitu adanya dua hal yang selalu bertentangan. Yang demikian ini adalah masalah yang lumrah dalam kehidupan dan akan selalu ada di setiap tempat dan waktu. Namun yang jelas masing-masing keduanya memiliki batas yang telah ditetapkan, kesulitan dan kemudahan, kebahagiaan dan kesedihan, bencana dan kelapangan, sehat dan sakit, hidup dan mati, kaya dan miskin, pertolongan dan kehancuran merupakan sesuatu hal yang terus berlaku di dalam kehidupan.

Al-Qur’an telah memberikan pe-tunjuk dan bukti dari semua itu, berapa banyak kisah di dalamnya yang meng-gambarkan kehidupan sebuah umat, bangsa atau pun pribadi perorangan yang mereka dulunya dalam suatu keadaan tertentu, lalu Allah mengubah keadaan mereka dengan yang sebaliknya.



2. Musibah, Bencana dan Fitnah Akan Memilah Manusia

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

Artinya, “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min).” (QS. Ali Imran : 179)

Juga firman-Nya yang lain,

Artinya, “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah ber-iman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al- Ankabut: 1-2)

Kalau saja tidak ada ujian dan coba-an, maka tidak akan diketahui mana orang yang benar keimanannya dan mana orang yang di dalam hatinya ada penyakit. Salah satu kisah yang mem-berikan pelajaran berharga kepada kita semua adalah yang terjadi pada masa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , ketika terjadi perang Ahzab, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

“Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, ”Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu”. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)”. Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari.” (QS. Al-Ahzab:12-13)

Maka musibah dan cobaan yang Allah turunkan, akan menyingkap hakikat keimanan seseorang dan agar setiap jiwa dapat menilai diri masing-masing. Bisa saja setiap orang meng-klaim dirinya mukmin, namun sekedar pengakuan tanpa dapat memberikan bukti nyata tidaklah cukup. Dengan cobaan dan ujian masing-masing diri akan merenungi apa yang ada pada dirinya.



3. Allah Tidak Mengangkat Sesuatu Kecuali Akan Menurunkannya Juga.

Atau dengan kata lain ketika seseorang berada di puncak, maka tak ada lagi arah yang ia tuju, kecuali turun ke bawah. Ini merupakan sunnah rabbaniyah (ketetapan Allah) yang selalu berlaku di dalam kehidupan.

Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malikz,, bahwasanya Rasulullah memiliki seekor unta yang dikenal dengan nama 'Adlba' dan larinya sangat cepat tak terkalahkan. Kemudian datang seorang Arab Badui dengan seekor unta muda mengajak beliau berpacu, dan ternyata Orang Badui tersebut menang. Maka para shahabat merasa berat dengan kekala-han ini, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam lalu bersabda,

“Merupakan hak Allah, bahwasanya tidaklah Dia mengangkat sesuatu dari (urusan) dunia, kecuali Dia akan menurunkannya juga.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasai)

Mungkin sepintas lalu kita me-nganggap biasa-biasa saja dengan kisah di atas, namun sungguh di dalamnya ada pelajaran yang amat besar. Di dalamnya ada pengajaran dari manusia paling mulia Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tentang sunnatullah di alam raya ini. Tentunya bukanlah terbatas pada Unta Arab Badui yang mengalahkan unta Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , namun lebih dari itu, bahwa segala yang tinggi di dunia ini pasti akan turun sete-lah mencapai puncaknya.

Manusia meskipun memiliki kekuat-an dan kehebatan, namun suatu saat akan lemah juga, dan meskipun mempunyai kemuliaan, suatu ketika akan hilang dan lengser juga, yang demikian akan terus mengalir dalam kehidupan manusia. Kekuatan dan kemuliaan yang mutlak hanyalah milik Allah, tak akan berubah dan berganti, Dialah yang Maha Esa, Maha Perkasa, Maha Mulia dan Maha Memaksa, milik Allah seluruh ‘izzah (kemuliaan), Dialah Yang Maha Kuat dan Perkasa.

Jika kita menginginkan contoh yang lebih banyak lagi, kita dapat membuka buku-buku tarikh yang meyebutkan jatuh bangunnya negri-negri dan kerajaan-kerajaan di masa lalu, masa keemasan dan kemundurannya, sebagaimana pula contoh-contoh seperti itu juga ada di dalam al-Qur’an.

Hal ini merupakan sebuah hakikat kenyataan hidup, bahwa tidaklah Allah mengangkat sesuatu, melainkan juga akan menurunkannya dan bahwa segala yang ada di muka bumi pasti akan binasa. Maka segala apa saja yang telah berdiri dan tegak, resikonya adalah akan jatuh atau runtuh, sebagaimana apa saja yang telah hidup, maka suatu saat pasti mengalamai kematian.

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahman: 26-27)



4. Tidaklah Bencana Turun Kecuali Karena Dosa dan tidaklah Ia Diangkat Kecuali dengan Taubat.

Ketetapan ini telah diterangkan dengan gamblang oleh Allah di dalam kitab-Nya, demikian pula dengan Sunnah Nabi juga memberikan penjelasan dan keterangan tentangnya, namun amat banyak manusia yang tidak mau mengetahui, bahkan masih banyak umat Islam yang tidak percaya serta mengingkari sunnatullah ini. Cobalah kita perhatikan firman Allah Subhannahu wa Ta'ala berikut,

Artinya,“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan dan Allah sekali-kali tidak hendak meng-aniaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ankabut : 40)

Perhatikan bagaimana Allah telah menjadikan dosa sebagai sebab dari bencana dan siksa. Bahkan ia merupa-kan sebab terbesar yang menyebabkan Allah menurunkan murka dan siksaNya, sebagaimana yang telah terjadi pada kaum Nabi Nuh, ‘Aad, Tsamud, Qarun, Fir’aun, Haman dan selain mereka.

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,

“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu) dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.” (QS. Al-Ahzab: 62)

“Maka sekali-kali kamu tidak akan men-dapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan mene-mui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (QS. Faathir: 43)

Di antara dosa-dosa yang telah membuat orang-orang terdahulu dibinasa-kan adalah kufur kepada Allah, mendustakan para rasul dan menghalang-halangi dari jalan Allah, berencana membunuh dan memerangi rasul, melakukan kekeji-an (zina dan liwath/homo sex), terlena dengan penangguhan yang diberikan Allah serta merasa aman dari siksa-Nya dan masih banyak lagi dosa yang lain.

Maka merupakan sunatullah, bahwasannya Allah tidak akan membiarkan orang-orang melakukan dosa dan kekejian tanpa adanya balasan yang setim-pal. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

“Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami ? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. Al-Ankabut: 4)

5.Hukum Istikhlaf (Pemberian Kekuasaan) Berkait dengan Sunnatullah

Kekuasaan adalah milik Allah dan berada di tangan Allah, Dia memberikan kepada yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa saja yang dike-hendaki. Namun dalam hal ini ada sunnatullah yang berkaitan dengan masalah pemberian kekuasaan oleh Allah (istikhlaf) di muka bumi ini.

Bahwasannya Allah Subhannahu wa Ta'ala menciptakan manusia agar menjadi pengelola (khalifah) di muka bumi, supaya dapat diketahui bagaimana amal perbuatan mereka. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

“Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” (QS. Yunus: 14)

Istikhlaf (hak pengelolaan) ini sifatnya umum, berlaku sama antara orang yang baik dengan yang buruk, yang mukmin dengan yang kafir dan ini adalah merupakan ujian bukan istikhlaf untuk kemuliaan dan kecintaan dari Allah. Sebab istikhlaf yang demikian hanya diberikan khusus kepada para Nabi dan orang-orang shaleh yang mengikuti petunjuk mereka.

Dan untuk memperoleh istikhlaf kemuliaan dan kecintaan Allah ada banyak syarat yang harus dipenuhi, kalau syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka janji Allah juga akan terpenuhi, sebagaimana firman-Nya,

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada memper-sekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik. (QS. An-Nuur : 55)

Ketetapan Allah ini telah berlaku bagi umat-umat yang terdahulu dan akan berlaku juga bagi orang yang datang kemudian. Namun tentu harus dengan syarat-syarat; Iman yang benar, amal yang shalih, istiqamah di atas perintah Allah dan menegakkan ketetapan hukum-Nya.

Sumber: Kutaib, “Innaha as-Sunnan, Durus wa ‘Ibar fi Sunnanillahi wa Ayyamihi”. Muhammad bin Najm al-Dahlus.

TUNTUNAN SIFAT SHOLAT NABI MUHAMMAD

TUNTUNAN SIFAT SHOLAT NABI MUHAMMAD




WUDLU
Sunnah wudhu:
- Disunnatkan bagi setiap muslim menggosok gigi (bersiwak) sebelum memulai wudhunya, karena Rasulullah bersabda :
"Sekiranya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintah mere-ka bersiwak (menggosok gigi) setiap kali akan berwudhu."
Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa' (70)]
- Disunnatkan pula mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudhu, sebagaimana disebutkan di atas , kecuali jika setelah bangun tidur, maka hukumnya wajib mencucinya tiga kali sebelum berwudhu. Sebab, boleh jadi kedua tangannya telah menyentuh kotoran di waktu tidurnya sedangkan ia tidak merasakannya. Rasulullah bersabda:
"Apabila seorang di antara kamu bangun tidur, maka hendaknya tidak mencelupkan kedua tangannya di dalam bejana air sebelum mencucinya terlebih dahulu tiga kali, karena sesungguhnya ia tidak me-ngetahui di mana tangannya berada (ketika ia tidur)." Riwayat Muslim]
- Disunnatkan keras di dalam meng-hirup air dengan hidung, sebagaimana dijelaskan di atas.
- Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jenggot jika tebal ketika membasuh muka.
- Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jari-jari tangan dan kaki di saat mencucinya (lihat gambar), karena Rasulullah bersabda:
"Celah-celahilah jari-jemari kamu". [Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud (629) ]
- Mencuci anggota wudhu yang kanan terlebih dahulu sebelum mencuci anggota wudhu yang kiri. Mencuci tangan kanan terlebih dahulu kemudian tangan kiri, dan begitu pula mencuci kaki kanan sebelum mencuci kaki kiri.
- Mencuci anggota-anggota wudhu dua atau tiga kali dan tidak boleh lebih dari itu. Namun kepala cukup diusap tidak lebih dari satu kali usapan saja.
- Tidak berlebih-lebihan dalam pema-kaian air, karena Rasulullah berwudhu dengan mencuci tiga kali, lalu bersabda :
"Barangsiapa mencuci lebih (dari tiga kali) maka ia telah berbuat kesalahan dan kezhaliman".
[Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa' (117) ]

Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu:
Wudhu seorang muslim batal karena hal-hal berikut ini:
- Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur, baik berupa air kecil atau- pun air besar.
- Keluar angin dari dubur (kentut).
- Hilang akalnya, baik karena gila, pingsan, mabuk atau karena tidur yang nyenyak hingga tidak menyadari apa yang keluar darinya. Adapun tidur ringan yang tidak menghilangkan perasaan, maka tidak membatalkan wudhu.
- Menyentuh kemaluan dengan tangan dengan syahwat, apakah yang disentuh tersebut kemaluan-nya sendiri atau milik orang lain, karena Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu".
[Riwayat Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani]
- Memakan daging unta,
Karena ketika Rasulullah ditanya: "Apakah kami harus berwudhu karena makan daging unta? Nabi menjawab : Ya." [Riwayat Muslim]
Begitu pula memakan usus, hati, babat atau sumsumnya adalah membatalkan wudhu, karena hal tersebut sama dengan dagingnya.
Adapun air susu unta tidak membatalkan wudhu, karena Rasulullah pernah menyuruh suatu kaum minum air susu unta dan tidak menyuruh mereka berwudlu sesudahnya. [Muttafaq 'alaih]
Untuk lebih berhati-hati, maka sebaiknya berwudhu sesudah minum atau makan kuah daging unta.

Hal-hal yang haram dilakukan oleh yang tidak berwudhu:
Apabila seorang muslim berhadats kecil (tidak berwudhu), maka haram melakukan hal-hal berikut ini:
- Menyentuh mushaf Al-Qur'an, karena Rasulullah mengatakan di dalam suratnya yang beliau kirimkan kepada penduduk negeri Yaman:
"Tidak boleh menyentuh Al-Qur'an selain orang yang suci".
[Riwayat Ad-Daruqutni dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa' (122)]
Adapun membaca Al-Qur'an dengan tidak menyentuhnya, maka hal itu boleh dilakukan oleh orang yang berhadats kecil.
- Mengerjakan shalat. Orang yang berhadats tidak boleh melakukan shalat kecuali setelah berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah bersabda:
"Allah tidak menerima shalat yang dilakukan tanpa wudhu". [Riwayat Muslim]
Boleh bagi orang yang tidak berwudhu melakukan sujud tilawah atau sujud syukur, karena keduanya bukan merupakan shalat, sekalipun lebih afdhalnya adalah berwudhu sebelum melakukan sujud.
- Melakukan thawaf. Orang yang berhadats kecil tidak boleh melakukan thawaf di Ka`bah sebelum berwudhu, karena Rasulullah telah bersabda :
"Thawaf di Baitullah itu adalah shalat". [Riwayat Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al- Irwa' (121)]
Dan juga karena Nabi berwudhu terlebih dahulu sebelaum melakukan thawaf. [Muttafaq 'alaih]

TATA CARA BERWUDHU
- Apabila seorang muslim mau berwudhu, maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya, kemudian mem-baca Basmalah, sebab Rasulullah bersabda:
"Tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah"
[Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Al-Irwa' (81)]
Dan apabila ia lupa, maka tidaklah mengapa.
- Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum memulai wudhu (lihat gambar).

- Kemudian berkumur-kumur (memasukkan air ke mulut lalu memutarnya di dalam dan kemudian membuangnya).
- Lalu menghirup air dengan hidung (mengisap air dengan hidung) lalu mengeluarkannya. (lihat gambar).

- Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dengan kuat, kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia tidak mengeraskannya, karena di-khawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan. Rasulullah bersabda:
"Keraskanlah di dalam menghirup air dengan hidung, kecuali jika kamu sedang berpuasa". [Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani dalam shahih Abu Dawud (629)]
- Lalu mencuci muka. Batas muka adalah dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu (lihat gambar), dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. (lihat gambar).

- Dan jika rambut yang ada pada muka tipis, maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja, namun disunnahkan mencelah-celahi rambut yang tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelah-celahi jenggotnya di saat berwudhu. [Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa (92)] (lihat gambar)

- Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku, karena Allah berfirman : "dan kedua tanganmu hingga siku". [Surah Al-Ma'idah : 6] (lihat gambar).

- Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali, dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala. (lihat gambar a, gambar b dan gambar c).

- Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dengan air yang tersisa pada tangannya. (lihat gambar)

- Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki, karena Allah berfirman: "dan kedua kakimu hingga dua mata kaki". [Surah Al-Ma'idah : 6]. Yang dimaksud mata kaki adalah benjolan yang ada di sebelah bawah betis. (lihat gambar). Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dengan kaki.
- Orang yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang wajib dicuci. (lihat gambar). Dan apabila tangan atau kaki-nya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.
- Setelah selesai berwudhu mengucapkan : [Diriwayatkan oleh Muslim. Sedang-kan redaksi "Allahumma ij`alni minat-tawwabina... adalah di dalam riwayat At-Turmudzi dan dishahih-kan oleh Al-Albani dalam Al Irwa (96)]
"Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertobat dan jadikanlah aku sebagai bagian dari orang-orang yang bersuci".
- Ketika berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan, tidak menunda pencucian salah satunya hingga yang sebelum-nya kering.
- Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu.

HUKUM DAN KEDUDUKAN TAYAMUM
Adapun yang berkaitan dengan bersuci tayamum, maka tayamum itu adalah pengganti air. Dalilnya adalah firman Allah :
"Maka jika kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci." (Al Maidah : 6).
Sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-:
"Telah dijadikan bagiku bumi sebagai mesjid dan alat untuk bersuci." [H. R. Bukhari dan Muslim]
Maka bertayamaum dibolehkan dalam dua kondisi : saat tidak mendapati air dan saat tidak mampu untuk memakai air disebabkan sakit atau semisalnya.
Bertayamum dilakukan untuk kedua macam hadats, hadats kecil seperti kencing, berak atau buang angin, dan hadats besar seperti bersetubuh atau keluar mani.
Dan dibolehkan bertayamum dengan setiap apa menjadi pemukaan bumi, seperti tanah, pasir dan selainnya, sampai-sampai kalau seandainya bumi itu terdiri dari batu yang tidak ada dipermukaannya sedikit tanah dan tidak juga pasir, maka ia boleh bertayamum dengannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir -semoga Allah meridhainya- sesungguhnya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
"Telah dijadikan bagiku bumi sebagai mesjid dan sebagai yang mensucikan, maka siapa saja dari umatku mendapatkan waktu sholat maka shalatlah, maka disisinya didapatkan mesjidnya dan alat untuk bersuci, dan terkadang waktu shalat masuk sedangkan ia di daerah pasir atau terkadang waktu shalat masuk sedangkan ia di daerah batu, maka dalam kondisi ini diperintahkan untuk bertayamum dengan (permukaan) bumi (daerah ini)."
Ia boleh melakukan shalat dengan bersuci pakai tayamum berapapun yang ia inginkan, baik shalat fardhu atau sunat, karena hukumnya adalah hukum air.

YANG MEMBATALKAN TAYAMUM
Dan tayamum itu batal dengan perkara-perkara yang membatalkan wudhuk, dan ditambah dari itu adalah kalau ada air. Jika ada air, maka wajiblah baginya untuk berwudhuk, walaupun tayamumnya tidak batal disebabkan oleh hal-hal yang membatalkan wudhuk, berdasarkan hadits Abi Hurairah -semoga Allah meridhainya- ia berkata : Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda:
"As sha'iid adalah wudhuknya muslim, walaupun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, jika air ada, maka bertakwalah (takutlah) kepada Allah, dan basahilah air itu ke kulitnya." [H.R Bazzar dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abi Dzar semisalnya]
Maka dengan hadits Abi Dzar ini maka hadits Abu Harairah menjadi shaih, hanya saja shalat-shalat yang sudah dilakukan dengan tayamum tidak diulang lagi.

TATA CARA TAYAMUM
Cara melaksanakan tayamum adalah:
- Orang yang ingin bertayamum berniat berdasarkan hadits "Hanya saja amal-amal itu tergantung kepada naitnya"
- Membaca bismillah
- Memukulkan tangannya ke tanah (permukaan bumi) satu kali pukulan
- Menyapu mukanya
- Menyapukan tangan kirinya ke telapak tangan kanan serta menyapu kedua punggung telapak tangannya

Berdasarkan hadits Amar bin Yasir yang isinya:
"Kemudian Rasulullah memukulkan tangannya ke bumi satu kali kemudian menyapukan tangan kiri ke telapak tangan kanan dan kedua punggung kedua tangannya serta wajahnya". [H.R Bukhari dan Muslim.]


PERSIAPAN SHOLAT

MENGHADAP KA'BAH
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka'bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
"Bila engkau berdiri untuk sholat, sempurnakanlah wudhu'mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah." (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:
"Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah."
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah:
"Kami telah melihat kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil Haram." (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah ayat ini turun beliau sholat menghadap Ka'bah.
Pada waktu sholat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba' kedatangan seorang utusan Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya, "Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka'bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke sana." Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa'ad. Baca Kitab Al Irwa', hadits No. 290).

BERDIRI
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
"Peliharalah semua sholat dan sholat wustha dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika kamu dalam ketakutan, sholatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Jika kamu dalam keadaa aman, ingatlah kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana sebelumnya kamu tidak mengetahui (cara tersebut)." (QS. Al Baqarah : 238).

KEWAJIBAN MENGHADAP SUTRAH
Sutrah (pembatas yang berada di depan orang sholat) dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani' dalam Kitab Masa'il, dari Imam Ahmad.
Beliau mengatakan, "Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, 'Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!' Kemudian aku memasang orang untuk menjadi sutrah."
Syaikh Al Albani mengatakan, "Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya."
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Janganlah kamu sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan."
(HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).
Beliau juga bersabda:
"Bila seseorang di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya."
(HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
Dan hendaklah sutrah itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta." (HR. Bukhari dan Ahmad).
Adapun yang dapat dijadikan sutrah antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

NIAT
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta'ala semata, serta menguatkannya dalam hati.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa', hadits no. 22).

Niat tidak dilafadzkan
Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, "Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?" Imam Ahmad menjawab, "Tidak." (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu' al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi berkata, "Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir."
Asy Syafi'i berkata, "Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal." (Lihat al Amr bi al Itbaa' wa al Nahy 'an al Ibtidaa').


GERAKAN DALAM SHOLAT

TAKBIRATUL IHROM
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar ( ) di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
"Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu' dan melakukan wudhu' sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom." (Muttafaqun 'alaihi).

Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd berkata, "Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut."
An Nawawi berkata, "…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku', tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…" beliau melanjutkan, "Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi'i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi'i berkata dalam al Umm, 'Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.'." (al Majmuu' III/295).

MENGANGKAT KEDUA TANGAN
Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu (lihat gambar) ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku' dan setiap kali bangkit dari ruku'nya." (Muttafaqun 'alaihi).
Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga (lihat gambar), berdasarkan hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat)." (HR. Muslim).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu uzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak me renggangkannya dan tidak pula menggengamnya). (Shifat Sholat Nabi).

BERSEDEKAP
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
"Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).

Meletakkan atau menggenggam
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya (lihat gambar) berdasar hadits dari Wail bin Hujur:
"Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya (lihat gambar) , berdasarkan hadits Nasa'i dan Daraquthni:
"Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya." (sanad shahih).

Bersedekap di dada
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
"Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman 222 berkata: "Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan melakukan qunut sebeluim ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi 'Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I'lam, beliau berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada."





MEMANDANG TEMPAT SUJUD
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat)." (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Larangan menengadah ke langit
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad).
Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:
"Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri." (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma'aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, "Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak."
Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.

MEMBACA DO'A ISTIFTAH
Doa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.
Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
"Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…" (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diantaranya adalah:

















ALLAHUUMMA BA'ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA'ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII BIL MAA'I WATS TSALJI WAL BARADI"
artinya:
"Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah kau dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun." (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:

"WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL 'ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA 'ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA'TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII'AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF 'ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU 'ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA'DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumu dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu." (Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)


MEMBACA TA'AWWUDZ
Membaca doa ta'awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka'at, sebagaimana firman Allah ta'ala:
"Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu' III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).

Nabi biasa membaca ta'awwudz yang berbunyi:

"A'UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI"
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq)." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:

"A'UUZUBILLAHIS SAMII'IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM..."
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk..." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).

MEMBACA AL FATIHAH
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya):
"Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama'ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, 'Ashr, satu roka'at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka'at terakhir sholat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…?
Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:
"Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?" Kami menjawab: "Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah." Berkata Rasul: "Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca Al-Fatihah, karena tidak ada sholat bagi yang tidak membacanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melarang makmum membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan jahr (diperdengarkan) baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini selaras dengan keterangan dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang wajibnya makmum diam bila imam membaca dengan jahr/keras. Berdasar arahan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku Shahih).
"Barangsiapa sholat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaanya dalam sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadits-hadits tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya makmum apabila mendengar bacaan imam, baik Al-Fatihahnya maupun surat yang lain. Selain itu juga berdasarkan firman Allah Ta'ala (yang artinya):
"Dan apabila dibacakan Al-Qur-an hendaklah kamu dengarkan ia dan diamlah sambil memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat." (Al-A'raaf : 204).
Ayat ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar bacaan Al-Qur-an, baik di dalam sholat maupun di luar sholat wajib diam mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan tentang sholat. Tetapi keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu (wajibnya) hanya untuk sholat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah, Ibarahim An Nakha-i, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/280-281.


Cara Membaca Al Fatihah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah pada setiap roka'at. Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat (waqof), tidak menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya (washol) berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr Ad Dani, dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.
Jadi bunyinya:

kemudian berhenti,

kemudian berhenti,

Begitulah seterusnya sampai selesai ayat yang terakhir.
Terkadang beliau membaca: ( MAALIKI YAUMIDDIIN )
Atau dengan memendekkan bacaan 'maa' menjadi: ( MALIKI YAUMIDDIIN ), Berdasarkan riwayat yang mutawatir dikeluarkan oleh Tamam Ar Razi, Ibnu Abi Dawud, Abu Nu'aim, dan Al Hakim. Hakim menshahihkannya, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.

Seandainya Seseorang Belum Hafal Al-Fatihah
Bagi seseorang yang belum hafal Al Fatihah terutama bagi yang baru masuk Islam, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan solusinya. Nasehatnya untuk orang yang belum hafal Al-Fatihah (tentunya dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:


SUBHANALLAHI, WALHAMDULILLAHI, WA LAA ILAHA ILLALLAHU, WALLAHU AKBAR, WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAHI
artinya:
"Maha Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang haq) kecuali Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah."
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan Ibnu Hibban disahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Jika kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut, jika tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca Shahih Abi Dawud hadits no. 807).

MEMBACA AMIN
Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.
Dari Abu hurairah, dia berkata: "Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)
"Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang." (Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Hadits tersebut mensyari'atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul 'baab jahr al-imaan bi al-ta-miin' (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga perkataan Nafi' (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu."

Hukum Bagi Makmum:
Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin."
Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
"Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi 'alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: "(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: "bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut: "Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)

BACAAN SURAT SETELAH AL FATIHAH
Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka'at pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang itu.

Panjang pendeknya surat yang dibaca
Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).
Rasulullah berkata:
"Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)


Cara membaca surat
Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka'at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka'at pertama dan kedua. (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya'la, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu roka'at.(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)

Tata cara bacaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara roka'at pertama dengan roka'at kedua. (berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada roka'at ketiga ataupun dua roka'at terakhir sholat isya' Nabi membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai selesai. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
"Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka'at) ruku' dan sujud."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan 'Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka'at." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: "Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu roka'at sehingga roka'at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna." Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
"Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
"Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an]." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
"Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an."
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

RUKU'

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' …." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)


Cara Ruku'
> Bila Rasulullah ruku' maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.
"Bahwasanya shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika ruku') meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
> Menekankan tangannya pada lututnya.
"Jika kamu ruku' maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku'."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
> Merenggangkan jari-jemarinya (lihat gambar).
"Beliau merenggangkan jari-jarinya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
> Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
"Beliau bila ruku', meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak." (Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, 'Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
> Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut (lihat gambar).
"Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya."
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
"Sholat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku' dan sujud dengan meluruskan punggungnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu 'Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
> Thuma-ninah/Bersikap Tenang
Beliau pernah melihat orang yang ruku' dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: "Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku' tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya'la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya' dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
> Memperlama Ruku'
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Yang Dibaca Ketika Ruku'
Do'a yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
1. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).

Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung."
2. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).


Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya."
3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).


Yang artinya:
"Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh."
4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII



Yang artinya:
"Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku."
Berdasarkan hadits dari 'A-isyah, bahwasanya dia berkata:
"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku'nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Do'a ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari 'A-isyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr -yang artinya: "Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat." (TQS. An-Nashr 110:3)-, waktu ruku' dan sujud beliau shallallahu 'alaihi wa sallam selalu membaca do'a ini hingga wafatnya.

5. Dan lain-lain sesuai dengan hadits-hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.


Yang Dilarang Ketika Ruku'
Larangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku' kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku' dan sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah)
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).

I'TIDAL DARI RUKU'
Cara i'tidal dari ruku'
Setelah ruku' dengan sempurna dan selesai membaca do'a, maka kemudian bangkit dari ruku' (i'tidal). Waktu bangkit tersebut membaca (SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa hadits, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku' sambil mengucapkan SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…" (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).

Yang Dibaca Ketika I'tidal dari Ruku'
Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku' itu membaca: (SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH)
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:


RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau

RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)



atau

ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau



ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah:
"Apabila imam mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan:


MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA'D
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu) berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Dan Do'a lain-lain

Cara I'tidal
Adapun dalam tata cara i'tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Keterangan untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau menggenggamnya dan menaruhnya di dada, ketika telah berdiri (lihat gambar). Hal ini berdasarkan nash dibawah ini:
Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya: "Ia (Wa-il bin Hujr) berkata: "Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam sholat, beliau memgang tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: "Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik, ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sa'd ia berkata: "Adalah orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ) agar seseorang meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat." Komentar Abu Hazm: "Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ."
Komentar dari Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang dimuat dalam majalah Rabithah 'Alam Islamy, edisi Dzulhijjah 1393 H/Januari 1974 M, tahun XI): "Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan tangan kanan atas tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah berdiri baik sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan bahwa para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan orang sholat dalam ruku' meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan keddua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud begitu pun dalam tasyahud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan lututnya dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian Sunnah tersebut tidak tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyari'atkan bagi Mushalli ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membedakan antara keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan dalilnya. (Kembali pada kaidah ushul fiqh: "asal dari ibadah adalah haram kecuali ada penunjukannya" -per.)
Disamping itu ada pula ketetapan dari hadits Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan sanad yang shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dalam sholat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Wallaahu a'lamu bishshawab.


Thuma-ninah dan Memperlama Dalam I'tidal
"Kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata tempatnya]." (dalam riwayat lain disebutkan: "Jika kamu berdiri i'tidal, luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu mapan ke tempatnya)."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi'i dan Ahmad)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri terkadang dikomentari oleh shahabat: "Dia telah lupa" [karena saking lamanya berdiri]. (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)








SUJUD
Sujud dilakukan setelah i'tidal thuma-ninah dan jawab tasmi' (Rabbana Lakal Hamd...dst).

Caranya
Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu (lihat gambar) baru kemudian meletakkan kedua tangan (lihat gambar) pada tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan hidung dan jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).



Dari Wail bin Hujr, berkat, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
"Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i dan Daraquthni)
"Terkadang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
"Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
"Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i)
Cara Sujud
> Bersujud pada 7 anggota badan (lihat gambar), yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits:
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama'ah)


> Dilakukan dengan menekan
"Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
> Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/lambung.
Dari Abu Humaid As-Sa'diy, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau."
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau 'alaihi wasallam bersabda:
"Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya." (Diriwayatkan oleh Al-Jama'ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
"Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
> Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha
Dari Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
> Merapatkan jari-jemari
Dari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan jari-jemarinya. (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
> Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit
Berkata 'A-isyah isteri Nabi shalallau 'alaihi wasallam: "Aku kehilangan Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…" (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
> Thuma-ninah dan sujud dengan lama
Sebagaimana rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas
"Para shahabat sholat berjama'ah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di atasnya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud
Rasulullah membaca

SUBHAANA RABBIYAL A'LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
atau kadang-kadang membaca

SUBHAANA RABBIYAL A'LAA WA BIHAMDIH, 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)
atau

SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).

BANGUN DARI SUJUD PERTAMA
Setelah sujud pertama -dimana dalam setiap roka'at ada dua sujud- maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir"
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

DUDUK ANTARA DUA SUJUD
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka'at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan) (lihat gambar) dan duduk iq'ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:
Dari 'A-isyah berkata: "Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim) *Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa'ah bin Rafi' -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas pahamu yang kiri." (Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang duduk iq'ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)



Bacaannya

RABBIGHFIRLII, RABBIGHFIRLII
Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do'a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.
(Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)


ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WA 'AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)


ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA'NII
(Ibnu Majah)


ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)
Thuma-ninah dan Lama
Lihat tata cara ruku' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sholat.

MENUJU ROKA'AT BERIKUTNYA
Pada masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka'at berikut dari posisi sujud kedua -pada akhir roka'at pertama dan ketiga- dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal -pada roka'at kedua.

> Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka'at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Tangan bertumpu pada satu pahanya
Dari Wail bin Hujr dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ,berkata (Wa-il); "Maka tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud dia meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya dengan bertumpu pada satu paha." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)

Tangan bertumpu pada lantai (tempat sujud)
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit ke roka'at kedua. (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Diselai duduk istirahat
Dari Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sholat, maka bila pada roka'at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
> Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka'at kedua) dengan mengangkat kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.

Mengangkat tangan ketika takbir
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri (Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya'la)

DUDUK TASYAHHUD AWWAL DAN TASYAHHUD AKHIR
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat

Tempat dilakukannya
Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka'atnya lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka'at yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka'at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.

Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir

Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) (lihat gambar) sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai) (lihat gambar), pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkat, "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam dua roka'at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam roka'at yang akhir (-tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dll)." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)


Letak tangan ketika duduk

Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri (lihat gambar).
Dari Ibnu 'Umar berkata Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam bila duduk didalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya." (Hadits keluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).

Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
"Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo'a dengannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).

"Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).

Membaca do'a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do'a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut:
Berkata Abdullah : "Kami apabila shalat di belakang nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan atas si fulan dan si fulan maka rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkan:

"AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU'ALAIKA AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU 'ALAINA WA 'ALAA 'IBAADILLAHIS SHALIHIN. ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN 'ABDUHU WA RASULUHU"
artinya: segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).

Dari Ka'ab bin Ujrah berkata : "Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : 'Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata : ucapkanlah:



"ALLAAHUMMA SHALLI 'ALA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA 'ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA 'ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID."
artinya: "Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung."

Berdo'a berlindung dari empat (4) hal.
Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka… (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Agar tidak menyalahi riwayat -hadits Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam- ini maka dalam tasyahhud awwal bacaannya berhenti sampai membaca sholawat pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sedang ta'awudz (berlindung dari 4 hal) ini dibaca hanya ketika tasyahhud akhir.
Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:


"ALLAAHUMMA INNII A'UUDZUBIKA MIN 'ADZAABI JAHANNAMA WA MIN 'ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL."
artinya: "Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
Berdo'a dengan do'a/permohonan lainnya
…kemudian (supaya) dia memilih do'a yang dia kagumi/senangi… (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
SALAM
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do'a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do'a lainnya.
"Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya (yaitu sholat) adalah mengucapkan salam." (Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)

Caranya
Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do'a salam kemudian ke kiri.
Dari 'Amir bin Sa'ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)

Dari 'Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata: Aku sholat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka beliau membaca salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh." Dan kesebelah kiri: "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Macam-macam Bacaan Salam
Kadang-kadang beliau membaca:

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh--- As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh
atau

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh--- As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
atau

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi--- As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
atau

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi--- As Salamu'alaikum (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)




atau

As Salamu'alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan tanpa menoleh ke kiri
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)

Gerak yang dilarang

Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengai dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Mengapa kamu menggerakkan tangan kamu seperti gerakan ekor kuda yang lari terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan salam, hendaklah ia berpaling kepada temannya dan tidak perlu menggerakkan tangannya." [Ketika mereka sholat lagi bersama Rasullullah, mereka tidak melakukannya lagi]. (Pada riwayat lain disebutkan: "Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan salam dengan berpaling kepada saudaranya yang di sebelah kanan dan saudaranya di sebelah kiri). (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu 'Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
Diantara gerakkan bid’ah yang dilakukan saat salam adalah gerakkan yang dilakukan oleh orang syi’ah dengan menepukkan kedua tangannya di atas paha tiga kali, sebagai pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal seperti ini dilakukan oleh syi’ah Iran dan sekitarnya. Maksud dari gerakan itu adalah melaknat malaikat Jibril karena mereka mengatakan Jibril telah salah menyampaikan wahyu.

Dzikir Setelah Sholat
Dari Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz kepada seluruh orang melihat tulisan ini dari kalangan kaum muslimin
“Merupakan dari perbuatan sunnah, seorang muslim mengucapkan setelah setiap shalat fardu membaca ASTAGHFIRULLAH tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan:

ALLAHUMMA ANTAS SALAAM WA MINKAS SALAAM TABAARAKTA YAA DZAL JALAALI WAL IKRAAM LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA YARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH

LAA ILAAHA ILLALLAHU, LAA NA'BUDU ILLA IYYAHU, LAHUN NI'MATU WALAHUL FADHLU WALAHUTS TSANAA-UL HASAN, LAA ILAAHA ILLALLAHU, MUKHLISHIINA LAHUDDINA WALAU KARIHAL KAAFIRUUN, ALLAHUMMA LAA MAA NI'A LIMAA A'THOITA, WA LAA MU'TIYA LIMAA MANA'TA, WALAA YANFA' DZAL JADDI MINKAL JADDU.
Khusus setelah shalat subuh dan maghrib, bacalah zikir yang dibawah ini sepuluh kali setelah mengucapkan zikir yang di atas:

LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WAYUMIIT WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR
Kemudian membaca: SUBHAANALLAH tigapuluh tiga kali, ALHAMDULILLAH tigapuluh tiga kali; ALLAHU AKBAR tigapuluh tiga kali; untuk melengkapi bilangan menjadi seratus bacalah:

LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR
Kemudian membaca ayat kursi, kemudian surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas, kalau seandainya setelah shalat subuh dan maghrib dibaca tiga kali.
Inilah yang lebih baik (afdhal) dan semoga Allah menganugerahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad dan atas keluarga beliau dan sahabat-sahabatnya serta yang mengikutinya dengan baik sampai hari pembalasan.
Selesai

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN I

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN I

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Seperti yang telah saya janjikan pada seri yang lalu, dalam forum ini Syahadatain akan dibahas dalam beberapa seri, mulai seri sekarang. Judul yang diberikan adalah "Konsekuensi-konsekuensi Syahadatain", artinya konsekuensi yang harus dipikul oleh orang yang mengucapkan dan mengimani dua kalimah syahadat ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah).

Dalam kalimah "Hamdalah", dinyatakan bahwa Allah sebagai Rabbul-'aalamiin - Allah sebagai Pencipta, Pengelola, dan Penguasa alam semesta. Allah menciptakan dan mengelola alam semesta disertai dengan aturan-aturan ("Sunnatullah"). "Sunnatullah" ini berlaku untuk seluruh isi
alam semesta, dan mereka menyerahkan diri atau tunduk patuh ("Aslama", submit kepada aturan Allah terrsebut (QS 3:83)). Bumi tunduk dengan gaya gravitasinya, matahari tunduk dengan pancaran sinarnya, laut tunduk dengan deru ombaknya, api tunduk dengan panasnya, es tunduk dengan dinginnya,dsb. Seluruh isi alam semesta telah "berislam" dan "bertasbih" kepada Allah-Akbar yang berkuasa atas segalanya (QS 57:1-2 ; 61:1 ; 62:1).

Secara original manusia telah "berislam". Proses kejadian manusia di perut ibu menunjukkan proses "keislaman" (submit) ovum, spermatozoa, plasenta, rahim, dan sejenisnya kepada Allah Ta'ala (QS 22:5). Embrio dalam rahim itupun telah mengaku sebagai saksi bahwa Allah sebagai Tuhannya (QS 7:172). Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa bayi yang lahir itu dalam keadaan fitrah (suci), yaitu membawa ketauhidan/keislaman, lalu orang tuanya yang dapat mengubah "pembawaan" itu. Al-Islam memang agama yang original, yang menjadi "blue print/trade mark" seluruh isi alam semesta termasuk manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mau tahu (QS 30:30 ; 3:19,85).

Para Nabi dan Rasul menjadi contoh (model) bagi manusia, bagaimana "berislam" kepada Allah SWT. Mereka, sejak Nabi Adam AS sampai Nabi terakhir Muhammad SAW, menyebarkan misi yang sama yaitu kalimah tauhid "Laa ilaaha illallaah" (tiada tuhan selain Allah) (QS 2:130-140). Kalimah ini menjadi indikasi formal seorang Muslim, namun tidak sekedar diucapkan. Kalimah tauhid mengandung konsekuensi-konsekuensi, karena kalimah yang agung itu bermakna : tiada pencipta (Khaaliq), penjaga (haafidh), pengatur (mudabbir), pelindung (walii), raja (maalik), pemberi rizqi (raazaq), tujuan hidup (ghaayah), yang dicintai (mahbuub), dan tiada sesembahan (ma'buud) kecuali Allah semata.

Kalimah tauhid menjadikan seorang Muslim hidup merdeka, damai, dan tenang, tanpa kekhawatiran. Dia terbebaskan dari segala penjajahan, perbudakan dari sesama mahluk; dia hanya dikuasai oleh Allah SWT dan hidupnya digantungkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Sesuai dengan statusnya sebagai Muslim yang berarti orang yang tunduk-patuh kepada Allah sehingga selamat dan menyelamatkan, damai dan mendamaikan. Seorang Muslim harus menjadi rahmat bagi alam semesta, mengikuti jejak Rasulullaah SAW. "Wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil'aalamiin" - dan tidaklah Aku utus kamu Muhammad keculai sebagai rahmat bagi alam semesta. Hal ini sesuai juga dengan janji seorang Muslim saat mengakhiri shalat : "Assalaamu'alaikum" (selamat untuk kamu) "Warahmatullaahi" (demikian juga rahmat Allah) "Wabarakaatuh" (demikian juga berkah-NYA) untuk kamu sekalian yang ada di sebelah kanan maupun kiri saya; sambil tengok kanan dan kiri. Maka setelah shalat, janji itu harus dipenuhi. Ingat !! janji itu 5 kali sehari-semalam minimal. Seorang Muslim melaksanakan "Sunnatullah", sebagaimana "Sunnatullah" telah memberi keharmonisan pada kehidupan alam semesta.

Muhammadar-rasuulullaah (Muhammad utusan Allah) merupakan kesaksian kedua yang juga mengandung konsekuensi-konsekuensi bagi seorang Muslim.
Muhammad SAW adalah Rasul terakhir yang membawa Risalah – bagaimana "berislam" kepada Allah SWT. Beliau sebagai model kehidupan manusia yang terbaik (uswatun hasanah). Oleh karena itu, seorang Muslim harus mengikuti jejak kehidupan "khatamul-anbiyaa" itu, bukan model kehidupan lainnya. Hal ini menuntut untuk mempelajari lebih dalam Siraah Rasul dan hadist-hadist yang menggambarkan kehidupan Rasulullah SAW.

Dua kalimah syahadat tersebut adalah pilar pertama dan utama dalam "Diinul-Islam". Semua manusia percaya bahwa alam ini ada penciptanya yaitu Allah 'Azza wa Jalla, namun mereka belum tentu memakai way of life dari-NYA.
Banyak orang percaya bahwa Muhammad SAW itu Nabi/Rasul, tetapi mereka belum tentu mencontoh model kehidupan Beliau. Kita memang perlu introspeksi diri untuk bisa lebih membaca, memahami, menghayati, mengamalkan, dan mendakwahkan SYAHADATAIN. Subhaanallaah Waallaahu a'lam


KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN II

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Pada bagian pertama seri syahadat ini telah disebutkan bahwa kalimah Tauhid "Laa Ilaaha Illalaah" mengandung konsekuensi makna tiada pencipta (Khaaliq), penjaga (Haafidh), pengatur (Mudabbir), pelindung (Wali), raja (Maalik), penentu hukum (Haakim), pemberi rizqi (Raazaq), tujuan hidup (Ghaayah), yang dicintai (Mahbuub), dan tiada sesembahan (Ma'buud) kecuali Allah semata.

Allah : Khaaliq

Dampak dari secara phisik manusia telah 'berislam' kepada Allah, karena telah mengadakan 'kontrak perjanjian tauhid' (QS 7:172 ; 30:30), adalah bahwa kebanyakan manusia akan menjawab 'Allah', 'God', atau 'Tuhan' jika ditanya "Siapakh pencipta langit dan bumi"? (QS 10:31). Jadi, kebanyakan, bahkan seluruh manusia mengakui bahwa jagat raya ini ada penciptanya dan bahwa di luar kekuatan mahluk terdapat kekuatan supranatural yang maha hebat. Fenomena alam semesta (pergantian malam-siang, sinar matahari, ombak lautan, dsb dsb.) ditemui manusia sebagai kekuatan yang amat jauh di luar kekuatan mahluk. Menurut al-Quran, gejala alam tersebut sebagai tanda-tanda keberadaan and kebesaran Allah (QS 2:164 ; 3:190-191 ; 30:20-27 ; dsb.)

Sebagian manusia berpikir bahwa kejadian alam semesta merupakan proses hokum positif materi (August Comte dkk); yang lain berpendapat bahwa itu karena ada proses evolusi (Charles Darwin Cs); dan juga ada yang berpandangan bahwa hal tersebut disebabkan perubahan waktu dalam dialektika sejarah (Karl Marx dsb). Mereka mencoba berpikir, tetapi mereka sebenarnya hanya menduga-duga saja (baca ! QS 45:22-26). Dugaan mereka bisa benar, bisa salah. Yang jelas benar adalah bahwa proses kejadian alam semesta maupun proses-proses yang ada di alam semesta itu sendiri merupakan ciptaan Allah Ta'ala, mungkin melalui hukum positif materi, evolusi, dialektika sejarah, atau beratus beribu bahkan berjuta kemungkinan yang lain... Allah knows the best Wallaahu a'lam....
(QS 22:5 ; 10:3--6 ; 16:65-72 ; 24:41-45 ; 25:45-54 ; dsb)

Allah : Haafidh

Allah sebagai "a Guard of universe". Dialah satu-satunya Penjaga alam semesta beserta isinya, baik mulai yang lalu, sekarang, maupun sampai nanti di hari akhir -- forever. Allah SWT menciptakan suatu mekanisme untuk menjaga alam dan isinya agar senantiasa harmonis, misalnya mekanisme makrokosmos. Bumi, bulan, matahari, dan berjuta bahkan bermilyard 'matahari' yang lain (bintang-bintang) mempunyai garis edar, kecepatan edar, dan berat masing-masing. Dengan demikian 'benda-benda besar' itu bergerak mengikuti konfigurasi tertentu sehingga tidak saling bertubrukan (QS 10:5 ; 36:38-40 ;dsb). Allah juga menjaga pertumbuhan embrio dalam rahim ibu (QS 22:5 dsb).
Contoh lain adalah penjagaan Allah terhadap kemurnian al-Quran, sehingga banyak orang yang bisa mendalami dan menghafalkan kitab suci tersebut. "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran"? (QS 54:17,22,32,40) "Dan sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran dan Kamilah yang menjaganya"
(QS 15:9).

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN III

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Allah : Mudabbir

Tiada pengatur di alam semesta ini kecuali Allah SWT semata, maknanya Allah sebagai pembuat tunggal aturan-aturan kehidupan, baik dalam kehidupan natural, sosial, maupun kultural. Dalam kehidupan natural (alam), misalnya, Allah sebagai Mudabbir (Pengatur) dinamika jagat raya yang, sebagaimana
Muslim dan non-Muslim ketahui, begitu harmonisnya tanpa cacat. Bermilyard-milyad bintang bergerak tanpa bersentuhan satu dengan lainnya. Begitu luas-luas dan luasnya dimensi ruang alam sehingga sinar suatu bintang yang terangnya berpuluh bahkan beratus kali sinar matahari hanya berkelap-kelip. Gerakan rotasi maupun revolusi matahari dan bumi yang begitu rapi tetap menghasilkan 24 jam sehari. Sinar panas mentari yang diterima laut sehingga uapnya dibawa angin ke atas lalu berwujud awan berubah menjadi air hujan dingin yang jatuh ke bawah sehingga menumbuhkan tanaman lalu manusia bisa makan nasi, roti, buah-buahan, dsb. dan minum teh, kopi, coklat, dsb. Masih terlalu banyak fenomena-fenomena alam lainnya. Allaahu Akbar Walillaahil-hamd !

"Dia (Allah) mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu" (QS as-Sajdh 32:5).

Gejala alam semesta tersebut di atas begitu harmonis tanpa problem, karena memang tidak ada sekutu bagi Allah dalam mengatur kehidupan natural.
Sebaliknya, kehidupan sosial dan kultural manusia saat ini telah rusak, sakit, dan penuh dengan problems. Holy Quran menyebutkan bahwa kerusakan didarat dan laut karena ulah tangan manusia (QS ar-Ruum 30:41) Lihatlah:
pembunuhan, perang, korupsi, perampokan, prostitusi, penipuan, monopoli, perjudian, permabukan, dsb-dsb. Mengapa demikian ?! Tangan-tangan kotor manusia telah merusak dunia, yaitu dengan mengangkat "tuhan-tuhan yang baru" (sesama manusia, nafsu, otak, harta, isme, boss, teknologi, jabatan, uang, dsb-dsb) sebagai pengatur kehidupan sosial dan kulturalnya. Aturan hidup dari Tuhan yang sebenarnya (Allah), yaitu Diinul-Islam, dicampakkan begitu saja, diabaikan, atau disesuaikan dengan "tuhan-tuhan baru"-nya.

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya ? ..."(QS al-Jatsiyah 45:23) "Katakanlah: mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi madharat kepadamu dan tidak pula memberi manfaat ? ..."(QS al-Maidah 5:76) "Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa..."(QS al-Anbiyaa 21:22).

Allah : Wali

Allah sebagai pelindung. Dalam satu ayat yang realitas kebenarannya telah dibuktikan manusia, disebutkan :

"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui" (QS al-Ankabuut 29:41).

Mereka memproklamirkan "tuhan-tuhan yang baru" sebagai pelindung kehidupan yang kekuatan sebenarnya seperti sarang laba-laba - lemah dan suatu saat akan hancur. Realitas sejarah telah berbicara; "tuhan komunisme" telah tumbang, sesudah dijadikan pelindung puluhan (mungkin) ratusan juta orang selama kurang lebih setengah abad; "tuhan jabatan" tidak akan melindungi lagi setelah pensiun; "tuhan teknologi" (senjata, televisi, video, dsb) tidak jarang menimbulkan kerusakan-kerusakan. Semua "tuhan-tuhan baru" ciptaan manusia akan binasa dan hancur, setelah Tuhan yang sebenarnya (Allah Rabbul-'izzati) memerintahkan malaikat Isrofil untuk meniup terompet sangkakala, pertanda kehidupan dunia mulai berganti dengan Hari Akhir.

Bagi orang-orang yang beriman, pelindung kehidupannya adalah Pelindung Perkasa - Allah Azza wa Jalla. Rasulullaah SAW dan sesama orang yang beriman juga menjadi pelindungnya, untuk tetap mempertuhankan Allah semata.

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa" (QS Yunus 10:62-63) "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah (QS al-Maidah 5:55). "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin-pemimpinmu jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan ..."(QS at-Taubah 9:23)

KONSEKUENSI-KONSEKEUNSI SYAHADATAIN IV


KONSEKUENSI-KONSEKEUNSI SYAHADATAIN V

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Allah : Raazaq

Rejeki sering dikonotasikan dengan uang. Konotasi ini tidak salah tetapi sangat sempit. Rejeki dapat juga dikonotasikan dengan 'nikmat', yaitu segala sesuatu yang enak yang dicari dan dibutuhkan manusia seperti uang, harta benda, ilmu, kesempatan, kesehatan, kemampuan, jabatan, dan sebagainya.
Rejeki (nikmat) yang paling berharga, dari seluruh rejeki di dunia ini, adalah petunjuk (Huda) dari Allah untuk hidup dalam Iman dan Islam.

Allah sebagai Raazaq artinya Allah sebagai pemberi rejeki kepada seluruh mahluk di alam semesta. Pada hakekatnya semua rejeki yag dinikmati mausia berasal dari Allah. Allah sajalah yang menjadikan otot-otot manusia berfungsi sehingga dapat bergerak untuk mecari uang atau harta benda. Allah sajalah yang menjadika otak manusia bekerja sehingga dapat berpikir untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Allah sajalah yang menciptakan alam semesta beserta isinya sehingga manusia dapat makan nasi, minum air, bernafas udara, bermandi sinar matahari, meikmati pemandangan alam yang indah, dsb-dsb.

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?" ("Fabiayyi aalaaai rabbikumaa tukadzdzibaan"), demikian sindiran Allah yang diulang sampai 31 kali dalam surat ar-Rahmaan. "Jika kamu menghitung nikmat Allah maka kamu tidak akan mampu" ("Wain ta'udduu ni'matallaahi laa tuhsuuhaa"), demikian firman Allah dalam ayat lain.

Kewajiban manusia adalah bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan, yaitu dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Dengan kata lain, sebagai 'abdullah' manusia mengabdi (memperhambakan diri) hanya kepada Allah dan sebagai 'khalifatullah' manusia mengelola dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya menurut aturan-aturan Sang Pencipta (Allah SWT).

"Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'" (QS Ibrahim 14:7). "Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu dari segala keperluan yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah" (QS Ibrahim 14:34). "Katakanlah, 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rejeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rejeki yang sebaik-baiknya" (QS Saba' 34:39).

Allah : Ghaayah

Sadar atau tidak, dipahami atau tidak, beriman atau tidak, semua manusia sedang berjalan terus, dari detik-menit-jam-hari-bulan-tahun ke seterusnya, menuju ke keharibaan Allah yang Agung. Dengan kata lain, seluruh manusia akan pasti mati dan kemudian mempertanggung-jawabkan seluruh perbuatannya ketika di dunia. Semua manusia meyakini realitas kematian tetapi tidak semuanya beriman kepada hari akhir. "Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu. Maka pasti kamu akan menemui-Nya" (QS al-Insyiqaaq 84:6).

Allah sebagai Ghaayah artinya Allah sebagai tujuan hidup. Alinea tersebut di atas adalah salah satu makna Ghaayah. Makna yang lain adalah bahwa semua aktifitas kehidupan manusia hendaklah diorientasikan kepada Allah, menuju Mardhatillaah. Alam semesta beserta isinya telah diciptakan dan diberikan kepada manusia dengan gratis; Allah hanya menganjurkan manusia, tidak memaksanya (baca QS 2:256 ; 18:29), untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah.
Semuanya milik Allah dan semuanya akan kembali kepada Allah ("Innaalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun"). Dan kepada Allah-lah dikembalikan semua urusan ("Wailallaahi turja'ul umuur").

Konsekuensi dari pengertian ini adalah bahwa semua aktifitas kehidupan manusia dilakukan dengan niat utama ibadah kepada Allah, yang tentunya menurut aturan Allah. Makan, minum, tidur, belajar, bekerja, berolahraga, shalat, puasa, dsb-dsb., harus ditujukan pada titik akhir, yaitu ridha Allah. Jika manusia memenuhi kewajibannya untuk beribadah kepada Allah, maka Allah pasti akan memberikan hak kepada manusia untuk memperoleh kenikmatan di dunia dan akhirat. Bahkan kepada orang yang ingkar (kafir) pun, Allah memberikan nikmat (tetapi di dunia saja).

Seseorang yang belajar harus diniatkan untuk mengabdi kepada Allah sebagai niat utama. Niat untuk mencari ilmu dan agar kelak mendapatkan pekerjaan tidaklah niat yang salah, tetapi niatan itu harus di bawah niat utama. Sebagai orang yang beriman, segala sesuatunya harus dapat dikembalikan kepada Allah; Jaringan relasi antara mukmin dan Allah tidak harus putus, tetapi senantiasa harus dijalin terus-menerus dalam segala aspek kehidupan, sebagai bukti dari keimanannya itu.

"Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia dan bertaqwalah kepada-Nya, dan sekali-kali Tuhanmu tidak lali dari apa yang kamu kerjakan" (QS Huud 11:123)






KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN VI

Assalaamu'alaikum Wr. Wb

Allah : Mahbuub

'Cinta' adalah suatu kata yang sering mengamarkan hal-hal ang romantis, indah, dan menyenangkan. Rasa cinta dimiliki oleh seluruh mahluk hidup, manusia maupun hewan. Hal ini merupakan 'sunnatullah'. Manusia memiliki rasa cinta kepada sesamanya, harta benda, uang, status, jabatan, dan hal-hal lain yang menyenangkan. Manusia cinta kepada anak maupun istri (suami)-nya. Hewan pun cinta kepada anak-anaknya.

"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binaang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (QS al-'Imran 3:14)

Raja di raja cinta bagi orang yang beriman, maksudnya cinta yang paling utama, adalah cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan perjuangan di jalan-Nya.
Walaupun demikian, mayoritas manusia yang hidup di dunia saat ini 'tidak beriman'; Mereka mengabaikan cinta yang utama tersebut. Cinta kepada harta, uang, jabatan, anak maupun istri (suami) - yang berlebihan – mengalahkan cinta yang utama tersebut. Materialisme dan kapitalisme telah membelengu manusia yang ingin mengabdikan diri kepada 'Tuhan yang sebenarnya' (Allah Rabbul-'aalamiin). Dua paham (isme) tersebut telah menjadi ideologi, menjadi
'tuhan-tuhan yang baru'. Dunia telah menjadi obyek cinta yang berebih-lebihan. Padahal, Allah Mahbuub - yang berhak diutamakan dalam cinta.

"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-oang fasik" (QS at-Taubah 9:24)

Seseorang yang mencintai sesuatu senantiasa berusaha untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan apa yang dicinanya. Cinta kepad Allah dan Rasul-Nya harus dijalin dengan terus-menerus, seperti diwujudkan dengan shalata, membaca al-Quran, mengkaji hadits-hadits, beramal sholeh, dsb. Ketaatan kepada Alah dan Rasul-Nya adalah bukti cinta orang-orang yang beriman. Cinta dunia harus dapat diorientasikan kepada cinta Allah dan Rsul-Nya, agar kecintaan kepada dunia dapat dikendalikan dengan sebaik-baiknya, tidak berlebihan-lebihan. Dengan kata lain, cinta dunia untuk mencari 'mardhatillah'

Allah : Ma'buud

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rejeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui" (QS al-Baqarah 2:21-22)

Ayat di atas ditujukan kepada mahluk yang disebut manusia, manusia siapa saja. Manusia diperintahkan untuk menyembah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah, karena hanya Dia-lah yang pantas menjadi sesembahan (Ma'buud). Allah-lah Sang Pencipta (Khaaliq), Penjaga (Haafidh), Pengatur (Mudabbir), Pelindung (Wali), Raja (Malik), Penentu hukum (Haakim), Pemberi rejeki (Raazaq), sebagai tujuan hidup (Ghaayah), dan yang pantas diutamakan dalam cinta (Mahbuub).

Allah sebagai sesembahan adalah konsekuensi tertinggi dari syahadat-tauhid ('Laailaaha illallaah'). Seseorang yang telah bersyahadat-tauhid berarti dia telah memproklamirkan dan berjanji untuk mengabdikan dirinya kepada Allah semata, artinya tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun. Dia telah menyatakan dirinya Muslim (orang yang tunduk-patuh kepada Allah sehingga selamat di dunia dan akhirat). Konsekuensinya, hidupnya untuk taat kepada Allah dan matinya diridloi Allah.

"Katakanlah, 'Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam'. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah (Muslim)" (QS al-An'aam 6:162-163)

Patut disayangkan, bahwa kebanyakan manusia saat ini mendewakan (mengabdikan diri) kepada Jesus (orang Nsrani), Uzair(orang Yahudi), selain Allah. Mereka mempertuhankan sesama manusia, harta benda, kekuatan alam, maupun nafsu pribadinya. Isa al-Masih yang manusia biasa tu dijadikan sebagai tuhan.
Materialisme telah menjadi ideologi yang mengeser aspek ketuhanan. Kekuatan alam, bukan Sang Penciptanya, dianggap sebagai pengatur kehidupan. Nafsu pribadi telah menggusur aturan-aturan Allah untuk memenuhi kebutuhan duniawi.

Pengabdian diri kepada Allah telah diatur dengan hukum-hukum tertentu. Allah telah mengangkat Muhammad SAW sebagai Rasul (utusan), sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah), agar manusia mengerti cara beribadah kepada Allah, baik secara khusus (e.g. shalat, puasa, zakat, dsb) maupun umum (segala sesuatu yang diniatkan karena Allah dan dilakukan menurut aturan-Nya).


KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN VI tamat

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Pernyataan "Laa ilaaha illa-Allah" merupakan penerimaan dan janji untuk mengabdikan diri kepada Allah semata. Kemudian Allah sendiri yang menentukan bahwa Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Firman Allah:

"Sesungguhnya agama (yang diridloi) di sisi Allah hanyalah Islam........" (QS al-'Imran 3:19). "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" (QS 3:85).

Oleh karena itu, orang yang memahami 'syahadat-tauhid' ini berarti memahami bahwa pengabdian kepada Allah adalah dengan mengikuti seluruh petunjuk Allah yang terkandung dalam agama Islam.

Pernyataan "Muhammadar-Rasuulullaah" merupakan dasar penerimaan dan cara penghambaan kita kepada Allah dari Muhammad SAW. Allah SWT telah menetapkan bahwa Rasulullah SAW adalah teladan dalam mengabdi kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Allah berfirman :

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (QS al-Ahzab 33:21).
Maka orang yang memahami 'syahadat-Rasul' ini berarti memahami bahwa mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW adalah cara yang harus ditempuh untuk mengabdi kepada Allah.



Sikap yang segera tampak dari seorang yang memahami syahadatain adalah munculnya kegairahan untuk mempelajari dan memahami al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber aturan mengabdi kepada Allah, lalu mengikuti petunjuk keduanya. Sebaliknya, orang yang tidak memahami essesi syahadatain menjadikan al-Quran sebagai syair-syair yang hanya enak dilagukan, tetapi petunjuknya diabaikan. Kalau untuk mempelajari al-Quran saja malas, apalagi mempelajari hadits-hadits. Tidak sedikit di kalangan ummat ini yang merasa cukup memuliakan Rasul-Nya dengan hanya memperingati hari kelahirannya dan memuja-mujinya, semetara ajara Rasul tidak dipedulikan.

Akhirnya, Allah SWT mengingatkan :

"Maka ketahuilah (pelajarilah - fa'lam) bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah ("Laa ilaaha illa-Allah") dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu" (QS Muhammad 47:19)

Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan konsekuensi-konsekuensi syahadatain, aamiin ya Rabbal-'aalamiin.

Insya Allah, pada seri berikutnya akan kita bicarakan tentang "Simbolisme dan Fungsionalisme Shalat".